Tokoh
Ketua KSP Kamijaya Sejahtera Soroti Ketimpangan Kebijakan: “Koperasi Lama Terabaikan, Padahal Fondasi Ekonomi Rakyat
Selasa, 04 November 2025
KSP kami jaya sejahtera
Denpasar | Newsyess.com – Ketua KSP Kamijaya Sejahtera, I Made Sudiksa, S.E., M.M., menyampaikan pandangan kritis terkait arah kebijakan pemerintah terhadap gerakan koperasi di Indonesia, khususnya di Bali. Ia menilai, perhatian pemerintah yang kini banyak tertuju pada Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) tidak diimbangi dengan perhatian terhadap koperasi-koperasi lama yang sudah lebih dahulu berperan dalam membangun ekonomi rakyat.
“Sekarang pemerintah kelihatan sangat memperhatikan gerakan koperasi, terutama dengan kemunculan Koperasi Desa Merah Putih. Tapi koperasi-koperasi yang sudah lama ada justru seperti dibiarkan berjalan sendiri,” ujar Sukdikasa saat ditemui di Denpasar, Kamis (6/11/2025).
Menurutnya, Koperasi Desa Merah Putih mendapat dukungan besar dari pemerintah, termasuk dari segi anggaran, pendidikan kepengurusan, hingga pembentukan unit usaha. Hal itu dinilainya tidak salah, namun perlu ada keadilan agar koperasi lain yang sudah eksis sejak lama juga mendapatkan perhatian serupa.
“KDMP ini dapat anggaran luar biasa dari pemerintah, sementara koperasi yang sudah lama berdiri seperti kami tidak lagi diperhatikan. Padahal kami sudah lama menopang ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Peran Dekopidan dan Dekopinwil Dinilai Melemah
Lebih lanjut, Sudiksa juga menyoroti peran Dewan Koperasi Indonesia (Dekopinda) yang dianggap belum optimal dalam memperjuangkan aspirasi gerakan koperasi di daerah.
Ia menyebut, Dekopinda dan Dekopinwil seharusnya menjadi wadah aspirasi dan jembatan komunikasi antara pemerintah dan koperasi, namun perannya kini makin redup dan tidak terasa di kalangan pelaku koperasi.
“Banyak penggerak koperasi di lapangan merasa Dekopinda itu tidak memberikan manfaat nyata. Padahal Dekopinda adalah mitra pemerintah, bukan milik pemerintah,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Dekopinda dan Dekopinwil memiliki hak memperoleh dukungan pendanaan dari APBN dan APBD, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasarnya. Namun di lapangan, banyak Dekopin daerah tidak lagi mendapat anggaran operasional maupun dana pelaksanaan Hari Koperasi (Harkop).
“Saya di Dekopinda sejak 2021 sampai sekarang belum pernah dapat anggaran. Alasan dulu karena Covid-19, tapi setelah pandemi berakhir, tetap tidak ada. Padahal itu sudah menjadi kewajiban pemerintah sebagaimana diatur dalam anggaran dasar,” ungkap Sukdikasa.
Jangan Dipimpin Politisi, Tapi Penggiat Koperasi Sejati
Dalam pandangannya, Dekopinda dan Dekopinwil ke depan harus dipimpin oleh sosok yang benar-benar berasal dari kalangan penggerak koperasi aktif, bukan oleh tokoh politik atau pejabat partai. Ia menilai, ketika kepemimpinan Dekopinda dan Dekopinwil dipegang oleh orang yang berpolitik, maka akan sulit menjaga netralitas dan fokus terhadap pemberdayaan koperasi.
“Dekopinda dan Dekopinwil tidak boleh dipimpin oleh orang politik. Harus dipimpin oleh penggiat koperasi yang paham lapangan, tapi juga mengerti cara berkomunikasi dengan birokrasi. Jadi bukan politisi, tapi harus paham politik,” tegasnya.
Ia menambahkan, kemampuan menjalin hubungan baik dengan pemerintah dan birokrasi sangat penting agar Dekopin bisa memperjuangkan hak koperasi di tingkat kebijakan, terutama dalam hal pembinaan, bantuan teknis, dan dukungan pendanaan.
“Kalau pengurus Dekopinda dan Dekopinwil tidak bisa berelasi dengan birokrasi, ya susah. Karena untuk memperjuangkan anggaran dan pembinaan, kita memang harus bisa berkomunikasi dengan pemerintah,” jelasnya.
Harapan untuk Masa Depan Gerakan Koperasi
Sudiksa berharap, ke depan pemerintah bisa lebih adil dan seimbang dalam memberikan perhatian kepada seluruh koperasi, baik yang baru dibentuk maupun yang sudah lama berkiprah. Ia juga menegaskan perlunya pembenahan struktural di tubuh Dekopin agar lebih aktif dan responsif terhadap kebutuhan koperasi di daerah.
“Harapan kami, Dekopinda dan Dekopinwil harus aktif kembali. Dipimpin oleh orang-orang yang benar-benar kompeten di bidang koperasi dan punya hubungan baik dengan birokrasi. Pemerintah juga jangan lepas tangan, karena dalam anggaran dasar sudah jelas ada kewajiban negara untuk membiayai gerakan koperasi,” ujarnya.
Menurut data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, saat ini terdapat lebih dari 6.000 koperasi aktif di seluruh Bali, yang sebagian besar bergerak di sektor simpan pinjam dan konsumsi. Dari jumlah itu, sebagian besar masih bertahan secara mandiri tanpa dukungan besar dari pemerintah.
“Jadi jangan hanya mengandalkan koperasi baru yang sedang naik daun. Koperasi lama ini fondasi ekonomi rakyat, mereka sudah terbukti tangguh. Pemerintah seharusnya memperkuat, bukan melupakan,” tutup Sudiksa. (Tim Newsyess)
TAGS :